Selasa, 08 September 2020

Dorong Ekosistem Reka Cipta, Ditjen Dikti Perkuat Kolaborasi Kampus dan Industri

 Jakarta, Beritasatu.com - Selama ini, proses link and match antara industri dan kampus atau perguruan tinggi dinilai masih belum maksimal. Keduanya masih berjalan sendiri-sendiri. Bahkan, perguruan tinggi belum dapat bersinergi dengan permasalahan yang dihadapi oleh industri sehingga terdapat missing link antara pereka cipta atau perguruan tinggi dan investor atau industri.

Dirjen Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Pendidikan Tinggi (Dikti Kemdikbud), Nizam mengatakan, pihaknya mendorong ekosistem reka cipta, yang merupakan upaya revitalisasi dan aktualisasi terhadap sebuah karya. Dengan demikian, manfaatnya dapat dirasakan oleh semua elemen secara efisien dan efektif dalam kehidupan sehari.

Apalagi pada situasi Covid-19, ada tekanan kepada semua pihak untuk bisa kreatif dan memberi solusi di tengah keterbatasan.

“Mengembangkan ekosistem di mana sinergi terjadi karena enggak bisa berjalan sendiri-sendiri. Jika ada sinergi yang sama akan menjadi kekuatan besar dan dahsyat bagi bangsa,” kata Nizam pada acara focus group discussion bertemakan “Membangun Ekosistem Reka Cipta Indonesia melalui Kolaborasi Pentahelix sebagai Implementasi Kampus Merdeka” di Jakarta, Senin (7/9/2020).

Nizam menuturkan, kolaborasi ini diperlukan karena saat ini sedang dihadapkan dengan tantangan dan peluang besar, yakni tantangan akan adanya pandemi dan peluang ekonomi dunia yang sedang beralih ke Asia. Sementara saat ini, Indonesia sedang dalam fase memasuki bonus demografi yang akan dialami 10 tahun mendatang. Untuk itu, harus dipersiapkan secara matang agar kesempatan tersebut dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya.

Kendati demikian, perguruan tinggi sebagai bagian akhir dari perjalanan pendidikan serta merupakan masa transisi dari dunia pendidikan ke dunia kerja sangat diperlukan untuk bersinergi dengan semua pihak. Khusus dengan inventor atau industri, Nizam berharap, kolaborasi tidak hanya sekadar menyusun kurikulum, tetapi juga terlibat dalam pendampingan mahasiswa hingga menyiapkan lulusan sesuai dengan kebutuhan industri.

Pasalnya, selama ini meski kerja sama telah terjalin antara perguruan tinggi dan industri, tetapi hanya sebatas menyusun kurikulum tanpa ada pendampingan. Dengan demikian, empat atau lima tahun mendatang ketika mahasiswa lulus kuliah tentu hanya berbekal feedback lima tahun lalu dari industri. Sementara telah banyak perubahan di industri karena kemajuan teknologi yang begitu pesat.

Alhasil, lulusan perguruan tinggi akan sulit diterima di industri, apalagi pada situasi pandemi di mana ketersediaan lapangan kerja tidak seluas seperti kondisi normal.

Dengan adanya kolaborasi, maka sejak awal calon sarjana diarahkan tidak hanya menjadi pencari kerja, tetapi juga menjadi pencipta lapangan kerja baru.

“Berkolaborasi baik menyiapkan lulusan maupun bereka cipta, sehingga riset dosen berdasarkan problem nyata bukan khayalan. Demikian juga riset-riset mahasiswa untuk sejalan dengan industri,” ucapnya.

Reka cipta ini, lanjut Nizam, merupakan implementasi Kampus Merdeka serta mendorong peran dunia industri dalam mendukung para pereka cipta di perguruan tinggi melalui platform Kedai Reka yang direncanakan akan diluncurkan bulan ini. Kedai Reka sebagai wadah mempertemukan sekaligus menghubungkan perguruan tinggi dengan industri.

Melalui platform Kedai Reka, tidak ada lagi batasan birokrasi antara perguruan tinggi , industri, dan masyarakat. Artinya, mahasiswa, dosen, masyarakat umum, petani, dan elemen lainnya dapat berinteraksi dan melakukan sinergi. Dengan begitu, semua perguruan tinggi memiliki porsi yang sama dan tidak ada lagi perbedaan kampus swasta maupun negeri.

“Kedai Reka menghubungkan semuanya dalam suasana yang familiar, demokratis, tidak ada batas-batas birokratis maupun batas besar atau kecil. Semua bisa berkolaborasi, saling berkarya, saling menjawab dan memberi solusi. Jadi problem dan solusi akan saling bertemu dan tidak ada lagi batas-batas atau sekat-sekat,” ucapnya.

Sinergi ini lah yang disebut dengan pentahelix, yakni suatu bentuk sinergi yang optimal dari dunia kampus, dunia usaha, pemerintah, media dan komunitas masyarakat dengan tujuan sama memajukan bangsa. Pasalnya, banyak masalah yang dihadapi oleh industri sebetulnya bisa juga dihadapi oleh perguruan tinggi.
“Kebutuhan SDM dari industri harusnya dipenuhi oleh perguruan tinggi, tapi terkadang dunia industri dan kerja itu komplain karena kompetensinya tidak nyambung dan tidak dibutuhkan oleh dunia kerja,” ucapnya.



Sumber:BeritaSatu.comselengkapnya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar